ayah ...
Seneng banget punya kamu, gak ada ayah lain yang bisa menggantikan posisimu dalam hidupku, gak ada yang bisa seperti kamu. Masih ingatkah kapan terakhir kali kau menggendongku? Masih ingatkah kapan terakhir kali aku menggenggam tanganmu? Kapan terakhir kali kau mengingat hari ulang tahunku? Atau kapan terakhir kali kita bisa menghabiskan waktu bersama dengan jalan-jalan? Bukankah semua itu hanya menjadi kenangan, yang entah teringat atau tidak kan tetap ada di hari kita.
Sekian tahun kita lewati bersama, kau masih seperti yang dulu. Tidak, sekarang jauh lebih baik. Hanya saja sangat sedikit waktu kita lewati. Kau sibuk dengan duniamu, aku pun begitu. Mungkin karena kau menua, dan aku tumbuh dewasa. Dan pemikiran kita berbeda.
Maafkan aku, karena ku bukan lagi malaikat kecilmu. Ku punya jalan yang kupilih, yang harus kutempuh. Kutak bisa menjadi apa yang kau mau, ku hanya berusaha menjadi yang terbaik.
Aku lupa, kapan terakhir kali aku memandang wajahmu, menatap matamu. Ketika melihatnya, aku tahu, kau begitu tersakiti. Entahlah, matamu yang mengatakan begitu. Kau tak pernah bercerita, atau pun berbagi kisahmu. Kini aku tahu, kau dan aku serupa, bahwa kita hidup dalam diam, memendam rasa.
Ayah, terima kasih, karena engkau ada untukku ...
bunda ...
Apa kabar? Semoga kau selalu sehat dan bahagia dimanapun dirimu berada. Aku tahu kau tak mungkin lupa padaku. Hanya singkat waktu yang kita miliki, tapi sudah cukup bagiku untuk mengucapkan terima kasih. Tanpamu, kutak mungkin hirup nafas dunia, cecapi aneka rasa kehidupan.
Maafkan aku, karena jujur, kadang aku lupa padamu, mengacuhkanmu. Semua karena terbiasa, terbiasa tanpamu. Aku lupa hangatnya pelukmu, bahkan senyum dan wajahmu. Aku tahu, kau berusaha berjuang untukku, meski kegagalan tak bisa ditolak.
Maafkan aku, aku bahkan tak bisa lukiskan senyum di wajahmu. Aku tahu, mungkin aku bukan anak baik, terkesan durhaka karena tak mengakui kehadiranmu. Tapi, sungguh aku sayang padamu, aku hanya tak tahu cara mengatakannya.
Hatimu terluka, aku bisa rasakan, karena kita wanita. Syukurlah karena kau telah temukan bahagiamu, meski bukan di sisiku, ku terima. Hidup bukan untuk masa lalu, aku percaya kau bisa lewati semua ini dengan semangat yang tak pernah pudar.
Bunda, terima kasih, karena engkau menjadi ibu bagiku ...
ayah bunda ...
Kalian berbeda, semua orang tahu itu. Tak apa, jangan salahkan perbedaan itu. Aku tak ingat lagi kapan terakhir kali kalian bersama, melewati waktu dan menjalani hari berdampingan. Hanya kenangan yang tersisa. Kuharap kalian masih ingat itu.
Aku disini selalu berharap dan bermimpi, bahwa kita akan bahagia bersama. Aku senang melihat kalian bahagia, tapi air mataku terus saja mengalir. Meski terpisah, bukankan kita masih berada di bawah langit yang sama?
Hei, dimana aku bisa mencari senyuman kalian? Aku rindu ...
Lihat anak-anak di luar sana. Aku senang sekaligus iri, karena kutak miliki kebersamaan itu. Aku ingin punya ayah dan ibu seperti mereka. Aku ingin punya kenangan yang menyenangkan. Bisakah kudapatkan kembali semua yang hilang itu?
Seneng banget punya kamu, gak ada ayah lain yang bisa menggantikan posisimu dalam hidupku, gak ada yang bisa seperti kamu. Masih ingatkah kapan terakhir kali kau menggendongku? Masih ingatkah kapan terakhir kali aku menggenggam tanganmu? Kapan terakhir kali kau mengingat hari ulang tahunku? Atau kapan terakhir kali kita bisa menghabiskan waktu bersama dengan jalan-jalan? Bukankah semua itu hanya menjadi kenangan, yang entah teringat atau tidak kan tetap ada di hari kita.
Sekian tahun kita lewati bersama, kau masih seperti yang dulu. Tidak, sekarang jauh lebih baik. Hanya saja sangat sedikit waktu kita lewati. Kau sibuk dengan duniamu, aku pun begitu. Mungkin karena kau menua, dan aku tumbuh dewasa. Dan pemikiran kita berbeda.
Maafkan aku, karena ku bukan lagi malaikat kecilmu. Ku punya jalan yang kupilih, yang harus kutempuh. Kutak bisa menjadi apa yang kau mau, ku hanya berusaha menjadi yang terbaik.
Aku lupa, kapan terakhir kali aku memandang wajahmu, menatap matamu. Ketika melihatnya, aku tahu, kau begitu tersakiti. Entahlah, matamu yang mengatakan begitu. Kau tak pernah bercerita, atau pun berbagi kisahmu. Kini aku tahu, kau dan aku serupa, bahwa kita hidup dalam diam, memendam rasa.
Ayah, terima kasih, karena engkau ada untukku ...
bunda ...
Apa kabar? Semoga kau selalu sehat dan bahagia dimanapun dirimu berada. Aku tahu kau tak mungkin lupa padaku. Hanya singkat waktu yang kita miliki, tapi sudah cukup bagiku untuk mengucapkan terima kasih. Tanpamu, kutak mungkin hirup nafas dunia, cecapi aneka rasa kehidupan.
Maafkan aku, karena jujur, kadang aku lupa padamu, mengacuhkanmu. Semua karena terbiasa, terbiasa tanpamu. Aku lupa hangatnya pelukmu, bahkan senyum dan wajahmu. Aku tahu, kau berusaha berjuang untukku, meski kegagalan tak bisa ditolak.
Maafkan aku, aku bahkan tak bisa lukiskan senyum di wajahmu. Aku tahu, mungkin aku bukan anak baik, terkesan durhaka karena tak mengakui kehadiranmu. Tapi, sungguh aku sayang padamu, aku hanya tak tahu cara mengatakannya.
Hatimu terluka, aku bisa rasakan, karena kita wanita. Syukurlah karena kau telah temukan bahagiamu, meski bukan di sisiku, ku terima. Hidup bukan untuk masa lalu, aku percaya kau bisa lewati semua ini dengan semangat yang tak pernah pudar.
Bunda, terima kasih, karena engkau menjadi ibu bagiku ...
ayah bunda ...
Kalian berbeda, semua orang tahu itu. Tak apa, jangan salahkan perbedaan itu. Aku tak ingat lagi kapan terakhir kali kalian bersama, melewati waktu dan menjalani hari berdampingan. Hanya kenangan yang tersisa. Kuharap kalian masih ingat itu.
Aku disini selalu berharap dan bermimpi, bahwa kita akan bahagia bersama. Aku senang melihat kalian bahagia, tapi air mataku terus saja mengalir. Meski terpisah, bukankan kita masih berada di bawah langit yang sama?
Hei, dimana aku bisa mencari senyuman kalian? Aku rindu ...
Lihat anak-anak di luar sana. Aku senang sekaligus iri, karena kutak miliki kebersamaan itu. Aku ingin punya ayah dan ibu seperti mereka. Aku ingin punya kenangan yang menyenangkan. Bisakah kudapatkan kembali semua yang hilang itu?
ayah, bunda...
sepi ini membunuhku
Cilacap, lupa tanggal :)
sepi ini membunuhku
Cilacap, lupa tanggal :)